By: Anita Fransiska Tamba

Sebuah gambar ilustrasi
Menjadi budak korporat di ibukota yang bisa merasakan fasilitas kerja yang nyaman, berdekatan dengan gedung gedung yang menjulang tinggi, di kawasan elit yang sibuk dan ramai. namun dibalik itu hal yang tak biasa diceritakan adalah rela lembur, pulang kerja dan rapat sampai larut malam demi mempertahankan pekerjaan dari perusahaan.
Setelah mengabdikan hidup bekerja selama dua tahun akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke Simanindo sebuah Kecamataan di Kabupaten Samosir tempat asal ku di libur raya Idul Adha, hal ini menjadi keputusan yang sudah bulat dengan beberapa pertimbangan serta mamak juga sudah mendesak ku untuk segera pulang. Dan ya lampu hijau, perusahaan memberikan libur sebanyak tiga hari lumayan terburu buru namun kukira itu cukup untuk hanya melepas rindu dengan keluarga di kampung.
Greta : “oh ya nanti libur adha aku pulang deh, mamak udah desak buat pulang” Greta memulai pembicaraan sambil mengunyah nasi ayam gulai campur yang menjadi makanan favoritnya di kantin perusahaan.
Widuri :”sama nih ibuku juga nyuruh balik, kangen juga makan gudeg” sambung widuri yang juga sedang makan
Rania : “aku yaaa males balik si, ga ada yang nungguin juga dirumah”, jawab rania lesu sambil memutar mutar makanannya dengan wajah sendu.
Rania adalah orang pertama kali yang mengajak ku makan siang di kantin hari pertama Aku kerja. Dimana hari itu Aku lupa membawa dompet yang akhirnya makan siangku dibayari oleh Rania. Rania adalah anak keturunan Jawa yang tinggal di Bandung. Untung sekali Aku bertemu Rania si anak manis yang memiliki rambut sebahu, lesung pipi serta mata yang sipit. Melihat anak itu dari jauh membuat ku iri oleh kecantikannya serta sikap ramah dan ceriwis nya yang bisa membawa suasana menjadi nyaman. Namun siapa yang tahu, Rania adalah anak dari keluarga Broken Home dimana sejak SMA ia tidak lagi tinggal dengan kedua orang tuanya.
Lalu Widuri, anak baru setahun lalu berasal dari jogja yang kemudian menjadi akrab dengan Aku dan Rania. Kami bertiga sering menghabiskan waktu sengang kantor sambil menunggu gajian gajian berikutnya, biasanya Rania, Widuri dan Aku akan berhamburan menuju kantin jika jam istrirahat tiba sambil Rania yang sesempatnya mencekcoki Gustav lelaki sepantaran kami dengan jokes bapak-bapak andalannya. Lucu sekali melihat keributan mereka berdua.
Di kantin banyak hal bisa kami bahas dan pembahasannya mengalir begitu saja. Bersyukur sekali bisa mengenal, membagikan bahkan melawati hari bersama mereka. Di waktu weekend sering kami belajar memasak, ikut lomba menghias kue, mengunjungi café-café baru buka,menyaksikan film terbaru di bioskop bahkan rencana jogging subuh yang berakhir molor hingga sore.
Greta : “aku kepikiran buat ngajak kalian ke kampung ku”, ujarku antusias setelah melihat wajah Rania yang kalut.
Rania : “haa seriusan???? Mauuu bangett grettttt” jawab Rania yang sama antusiasnya
Widuri : “bentarr aku mau cek harga tiket pesawat dulu” Widuri yang tak mau kalah sibuk megotak atik hpnya
Greta : “hahhahahha wid segercep ituuu” Aku tertawa lepas
Widuri : “YESSSSS, gak mahal mahal amat” teriak Widuri bangga beberapa detik setelah mengotak atik hpnya.
Rencana kesekian yang akan menjadi cerita bersama anak anak ajaib ini, dimulai dari packing barang dan keperluan yang akan dibawa serta sesempatnya Aku ditemani Rania dan Widuri mampir ke tempat oleh-oleh untuk dibawa ke rumah Ibu Widuri dan keluarga ku. Kami bertiga setuju akan ke jogja dulu mampir kerumah Ibu Sekar, Ibu nya Widuri berkunjung sambil berpamitan untuk berlibur ke kampungku.
Dimulai di hari Jumat pagi dari Stasiun Gambir menuju Jogja, menjadi pengalaman pertama ku menaiki kerata api. Kami ternyata sangat antusias dan prepare untuk liburan kali ini. Satu ransel yang terparkir di pundakku dan koper ukuran 18inci membawa baju serta barang-barang yang kuperlukan selama tiga hari kedepan. Rania dan Widuri juga sama membawa masing masing satu koper, dan bantal bahu yang sudah melilit di leher mereka.
Greta : “semuanya aman?” tanyaku sambil melihat bergiliran Rania dan Widuri
Rania dan Widuri : “amannnn” teriak mereka kompak
Greta, Rania dan Widuri : “lets goooo”
Memilih kereta ekonomi untuk bisa menghemat biaya perjalanan malah membuat kami punya ruang lebih leluasa untuk berbicara di sepanjang perjalanan. sampai akhirnya rania dan widuri nampaknya kelelahan hingga ketiduran. Kelopak mataku masih enggan menutup jika yang di hadapanku lebih indah dan mempesona, hamparan hijau tenang dan hening yang kutangkap dari pupil mataku.
Sudah sore dan kami sampai di rumah Widuri, mata ku berkeliaran melihat ornament ornament budaya Jawa yang ditempel pada dinding dinding rumah minimalis itu terkesan klasik namun juga estetik.
Ibu Sekar : “annakku wis tekan ngomah” ujar Ibu Sekar sambil berlarian masuk kedalam rumah memeluk widuri
Widuri : “iki loh buk temen temen kang asring aku ceritakan iku” membalas pelukan Ibu Sekar sambil memperkenalkan Aku dan Rania
Ibu Sekar : “ohh kepriye kabare, nduk?’’ memeluk Aku dan Rania bergantian
Rania : “kabare apik bu”
Ibu Sekar : “ya wis, kowe kabeh wis pada mangan? Mangan dhisik ya. Ibu masak gudeg”
Ibu Sekar adalah penjual Gudeg di jogja. Warung gudengnya terletak persisi di depan rumahnya dan cukup ramai pembeli. Widuri pernah cerita warung Gudeg nya ini adalah usaha yang dirintis Ibu Sekar dan suaminya sebelum meninggal. Resep nya di dipelajari dari Kakek Widuri. Sekarang Ibu Sekar yang melanjutkan usaha gudeg itu dibantu dengan empat orang karyawannya.
Ibu Sekar dan Widuri membawa nampan berisi mangkok yang menggugah selera, perut ku sudah keroncongaan lalu tanpa pikir panjang lidahku berusaha meresapi makanan dengan warna kecoklatan diolah dari nangka muda sebagai sajian utamanya, cukup manis dan nangka nya sangat lembut pertanda dimasak dalam waktu lama yang pas.
Widuri : “kalian tahu kenapa namanya gudeg?” tanya Widuri di sela sela ia makan
Greta : “kenapa?” tanyaku penasaran
Widuri : “karena cara memasak bahan bahannya itu diaduk terus menerus atau dalam bahasa Jawa Hangudek yang artinya mengaduk, jadi dari kata itu tercipta nama makanan gudeg” jelas Widuri
Greta :” ohh” mengunyah sambil mengangguk angguk kepala
Rania :” jadi pengen bawa gudeg ini buat makan dikantor” celutuk Rania
Greta :”benerrr, di Jakarta ga ada makanan ini”
Malam di Jogja kami habiskan dengan berkeliling di Malioboro, tempat yang sangat ikonik dan popular di Jogja itu. kami yang memilih berjalan kaki karna memang jarak yang terbilang dekat dengan rumah Widuri.
Setiap sudut Malioboro itu tidak pernah sepi seperti punya mantra yang membawa orang orang lalu lalang disini. Atmosfer nya seperti kembali ke jaman tempo dulu dimana gedung gedung tua masih berdiri kokoh di sepanjang Malioboro, oleh karenanya cukup estetik untuk bisa mendapatkan spot poto yang didukung oleh lampu lampu led dan kendaraan yang membuat hasil tangkapan poto instagramable ala anak muda. Kami juga mencoba beberapa kuliner yang menawarkan makanan tradisonal salah satunya lumpia dengan cita rasa gurih manis dan tentunya aroma yang menggugah selera. Di lirik lagu „kupercaya selalu ada sesuatu di Jogja‟ kini benar benar kupercaya.
Sudah sampai di pelabuhan Tigaras untuk menyebrang menuju Simanindo di Sabtu siang yang terik setelah kami Landing di Bandar udara Silangit Siborong borong. Melanjutkan perjalanan ke rumah aku memilih melalui jalur laut oleh kapal rakyat menyebrangi Danau Toba, seolah mempertontonkan kami betapa megah dan mempesonanya biru air yang kami lewati.
Rania : “indah bangetttt” Rania yang sedari tadi tak henti hentinya kagum sejak kami berada di kapal
Widuri :”iyaa boleh ga yaa tinggal disini setiap harinya” celetuk Widuri
Rania : “gimana ya perasaan orang orang yang bisa lihat pemandangan indah ini setiap hari”
Mereka berdua yang tak pernah berhenti berdecak kagum pada Danau Toba yang sedang kami sebrangi ini, sama seperti mereka aku juga tak pernah untuk tidak kagum pada keindahan yang masih bisa kusaksikan di depan pelupuk mataku. Sudah jarang sekali aku kesini beberapa tahun belakangan, dimana aku yang selama kuliah pun tinggal di Ibukota bersama keluarga dari kakakku bahkan logat Batakku pun tidak lagi kental seperti orang orang yang tinggal di Simanindo.
Tiba di rumah mamak dan bapak memeluk ku erat meneteskan air mata mungkin sudah lama dia menanti kepulangan ku sebagai anak bungsu yang jarang sekali di rumah. Mamak mengajak kami ke ruang makan, mamak memasak sangat banyak makanan terlebih ketika aku memberi tahu bahwa teman teman ku ikut pulang bersamaku. Ikan mas arsik, daun singkong tumbuk, ikan naniura, ikan teri medan kesukaan ku lengkap dengan sambal tuktuk bahkan mi gomak pun tersedia di meja makan.
Mamak : “ayo nak ayo nak, makan dulu kita ya. udah capek kalian di perjalanan”
Widuri : “iyaa tante” jawab Widuri semangat
Rania : “wahh, banyak sekali tante makanan nya binggung cara abisinnya” sambil tertawa kecil, Rania emang si paling tahu membuat suasana menjadi tidak canggung
Bapak : “gapapalah sekali kalinya kalian datang kesini hahaha” Bapak mempersilahkan kami makan
Mamak : “kalian harus coba makanan naniura ini, makanan khas batak pake ikan mas yang sudah bersih yang engga dimasak tapi diolah pakai bumbu saja” kata Mamak sambil menunjuk ikan naniura.
Widuri : “enak tantee ada asem asemnya” Widuri yang mengambil satu ikan naniura dari piring besar itu
Bapak : “kalo bahasa Batak, naniura itu ikan yang diasami masaknya pake bumbu khas andaliman” Bapak menjelaskan dengan logat bataknya
Rania : “iyaa ga amis lagi om tante, sukaa”
Greta : “enak kali mak teri medannyaa apalagi campur daun singkong tumbuk duhhh cobain deh wid, ran” ucapku disela sela menikmati makanan yang sudah lama tidak pernah kumakan
Mamak : “ayo nak, tambah yaa. masih banyak ini”
Greta : “oh ya ran, wid namaku itu bukan Greta Sondang doang masih ada kepanjangan nya lagi” kataku memulai topik pembicaraan
Widuri : “hah jadi kepanjangannya apa gret?” Tanya Widuri yang sangat kepo maksimal
Greta : “jadi nama panjang aku Greta Sondang Simbolon, Simbolon itu didapat dari marga bapakku yang Simbolon, karna orang batak menganut sistem kekerabatan patrilineal yang berarti garis keturunan berasal dari bapak atau pihak laki laki”
Bapak dan mamak yang sedari tadi menyimak pembicaraaan tersenyum melihat kearah kami.
Rania : “ohh berarti yang ada nama dibelakangnya Siregar, Sinaga, dll itu berarti marga dari bapaknyaa ya?
Greta : “nah iyaa, betul”
Rania dan Widuri mengangguk anggukkan kepala.
Bapak : “nah jadi dalam adat batak pernikahan satu marga dilarang karena dianggap pernikahan yang masih satu darah atau saudaraan” Bapak ikut menjelaskan
Rania dan Widuri yang nampak bengong tidak paham dengan yang barusan dikatakan Bapak lalu aku berusaha menjelaskan dengan versi lain
Greta : “jadi gin wid, ran. Bapakku kan marga Simbolon nah jadi dia dilarang menikah dengan perempuan yang juga marga Simbolon atau yang masih punya hubungan marga yang dekat dengan Simbolon. Nah mamakku ini marga Pardede jadi mereka secara adat bisa menikah karna memang bukan dari marga yang sama”
Widuri : “ohh ngerti ngerti”
Begitulah pembicaraan kami yang akan terus mengalir dengan sendirinya, bapak dan mamak memang hobi bercerita tentu saja ini jadi ajang mereka untuk bercerita dan memperkenalkan lebih jauh tentang adat istiadat suku batak yang ditanggapi dengan antusias oleh Rania dan Widuri, aku tidak menyangka mereka akan lebih cepat akrab dengan orang tuaku.
Menuju petang mobil yang kubawa melewati bukit bukit hijau di sepanjang kanan kiri jalan, lumayan curam dan terjal tapi mendengar lagu yang diputar oleh Rania dari Taylor Swift “Cruel Summer” seperti membawaku lebih banyak keberanian untuk sampai di pos Bukit Holbung, destinasi yang cukup popular di Samosir. Kami mengeluarkan barang barang yang berguna selama camping diatas bukit. mengendong tas punggung masing masing lalu menaiki tangga selama pendakian, cukup lelah hingga terengah-engah untuk sampai di atas bukit nya.
Widuri : “aduhh, capek bangett” Widuri sambil menjatuhkan badannya pada rerumputan hijau
itu
Rania : “ahh sama wid” mereka berdua tampak kelelahan keringat pun mulai bercucuran membasahi wajah
Greta : “yuk pasang tenda disini aja”
Kami bertiga bergegas memasang tenda dan mulai membuka satu persatu makanan serta cemilan yang kami bawa. Di depan tenda kami berkumpul.
Widuri : “gret, ran ini terlalu indah dan megah sekali” widuri yang lagi lagi terkesima dengan pemandangan bukit bukit serta danau yang berada di tengahnya
Rania : “makasih ya gret, udah bawa kita ke tempat tempat indah dan menakjubkan ini”
Bukan sekedar bukit biasa, Bukit Holbung memang punya daya tarik tersendiri bagaimana tidak selain menawarkan panorama alam perbukitan yang indah terdapat juga danau eksotis yang memanjakan mata, yaitu Danau Toba. Dua keindahan yang menyatu itu bisa kami nikmati sekaligus, dari atas kami melihat kegiatan para nelayan yang tengah sibuk mencari ikan bersaaman dengan turunnya matahari di bukit itu membuat kami lagi lagi dibuat terpesona lalu mengabadikan momen momen berharga itu dengan kamera digital milik Rania.
Sedari tadi kami diam menikmati sejuknya udara dan tenangnya pikiran diatas bukit ini serta merileksasikan diri, sungguh jauh berbeda dengan dibanding kehidupan kami di ibukota yang ramai, panas dan penat.
Lalu subuh subuh kami sudah bangun membuka pintu tenda, pemandangan yang kami lihat masih sama dengan perasaan yang jauh lebih segar. sudah siap memasak mie dengan peralatan seadanya lalu menyantapnya hingga habis, rasanya berkali lipat jauh lebih enak ketika makan di hadapan panorama bukit dan danau ini.
Greta : “yuk turun”
Widuri : “cepet banget grett, 15 menit lagi deh” Widuri menawar nawar
Rania : “haa, 15 menit mana cukup 20 menit lagi grettt, indah banget ini”
Greta : “aku mau ngajak kalian ke Tomok”
Rania : “ha, tempat apa itu?”
Greta : “makanya ayukkk”
Destinasi wisata berikutnya aku membawa mereka pada satu desa wisata, yakni Tomok adalah sebuah desa kecil yang terletak di pesisir timur Pulau Samosir, Danau Toba menyimpan misteri beragam sejarah kuno dan daya tarik budaya Batak yang masih terjaga dan selalu dilestarikan.
Kami berkeliling dengan berjalan kaki menyusuri keindahan setiap sudut desa wisata. Sambil melewati beberapa kios penjual cenderamata khas Samosir secara berurutan, kami disambut dengan situs sejarah budaya dari masa lampau diantaranya, Kuburan Batu Raja Sidabutar, Patung Sigale-gale dan museum Batak. Semakin masuk kedalam terdapat deretan Rumah Bolon atau rumah adat Batak dan Patung Sigale-gale yang memiliki nilai sejarah dan budaya masyarakat Batak.
Sigale-gale patung kayu unik bercat cokelat dengan jalinan tali yang dapat membuat boneka kayu ini bergerak seolah olah sedang menari, seorang dalang di belakang akan mengedalikan tali temali tadi supaya sigale-gale bisa bergerak luwes. Bak sistem syaraf dan sendi tubuh pada manusia, tali tali tadi menghubungkan bagian kepala, leher, lengan dan telapak tangannya. Jalinan tali yang rumit itu tersamarkan posisinya oleh pakaian adat Batak Toba yang dikenakan Sigale-gale
Widuri : “grett, ini namanya apa?” Tanya Widuri setelah aku memasangkan ulos di bahunya
Greta : “ini namanya Ulos wid, ran kain tenun khas suku Batak”
Rania : “ohh, Ulos”
Greta : “iyaa biasanya dipake buat acara acara besar seperti pesta pernikahan”
Pemandu mulai mengarahkan kami, mengatur barisan untuk mulai manortor karena Sigale- gale biasanya diiringi oleh tarian tor-tor yang salah satu ciri khasnya adalah menelungkupkan kedua telapak tangan keaarah dada dan digerakkan naik turun kedepan berulang-ulang serta alunan musik gondong, kendang besar bertabung panjang mulai dimainkan tiba tiba saja tubuh kaku tadi mulai bergerak mengikuti irama musik. Wisatawan selain kami manortor sambil menyalipkan uang pada jari jemari patung Sigale-gale hal yang sama juga kulakukan.
Setelah puas manortor lalu kami mengambil beberapa tangkapan poto menggunakan kamera digital Rania, mengabadikan momen mengenakan Ulos didepan rumah Bolon bersama patung Sigale-gale.
Rania : “seru bangett grett, aku sempat hapal bagian tariannya hahah” ungkap Rania ekspresif Widuri : “hahaha iya ran, seruuu eh tapi kenapa namanya Sigale-gale ya gret?”
Greta : “Sigale-gale berasal dari kata gale yang dalam bahasa Batak Toba artinya adalah lemah gemulai, persis seperti patung tadi”
Rania : “ohhh, pertunjukkan Sigale-gale ini udah ada dari lama ya gret?”
Greta : “iyaa udah dari lampau, dari cerita rakyat Sigale-gale ini identik dengan kisah mengenang Manggale, sosok yang dihormati karena kehebatannya memimpin perang, jadi dia anak laki satu satunya Raja Rahat, Penguasa Samosir dulu kala. Namun waktu ditugasi perang Manggale tewas dan hal ini buat raja merasa kehilangan yang luar biasa. Jadi dicarillah pemahat terbaik untuk membuat patung kayu yang mirip dengan Manggale. Ketika si Raja rindu dengan Manggale ia akan mengajak si patung yang sudah disisipkan roh Manggale untuk menari tortor diikuti oleh rakyat nya hingga sampai saat ini selalu dipertunjukkan setiap kunjungan wisatawan dan pesta budaya setempat.”
Rania dan widuri yang mendengar dengan seksama benar benar terkesima dengan penjelasan ku, terlihat dari ekspresi wajahnya dan kepala yang mengangguk angguk dari tadi.
Greta : “yuk lagi kesana” ajakku untuk menjajal lagi desa tomok
Rania, widuri : “yukkk” jawab mereka semaangat
Kami seperti tidak kehabisan energi langkah demi langkah terus menapaki lorong setiap sudut desa ini, semakin keatas disajikan tampilan makam kuno yang dibalut cerita didalamnya yakni makam Raja Sidabutar. Banyak makam kuno dan artefak dari zaman megalitikum yang masih ada hingga kini, terdapat kuburan batu atau Sorkafagus yang merupakan raja yang terkenal kesaktiaannya di wilayah Tomok dan Samosir.
Kuburan batu atau makam tua ini berupa kompleks pemakaman Raja Sidabutar dan keluarganya. Makam terlihat berupa beberapa peti batu yang dihiasi dengan pahatan kepala manusia dan bentuk ornamen lainnya. Peti batu tidak ditanam di dalam tanah melainkan berada di atas tanah. Di dalam peti-peti batu itulah tiga raja beserta kerabatnya dimakamkan. Didalam kepercayaan masyarakat Batak, sebelum wafat kesaktian Raja Sidabutar terdapat pada rambut gimbalnya yang tidak boleh dipotong, kalau rambut itu lepas, tidak di buang tapi diikat diujung tombak tunggal panaluan dan disimpan dalam Museum Rumah Batak.
Selanjutnya kami mampir mengunjungi museum batak yang tidak jauh dari kompleks makam. Ornament khas museum rumah Bolon yang juga rumah adat masyarakat Toba, sering ditemui ukiran cicak yang memiliki makna sebagai perlindungan dan pesan kepada masyarakat Batak untuk bisa berbaur dengan lingkungannya dimanapun berada. Didalamnya menyimpan berbagai koleksi benda benda etnis Batak di masa lampau berupa kain Ulos dengan bermacam macam motif, pahatan dan ukiran seperti patung, juga perkakas yang dipakai untuk bertani, bahkan senjata tradisional masa kerajaan terdahulu.
Setelah merasa puas kami akhirnya keluar lalu melipir kearah sederatan kios yang menjual berbagai aksesoris, kain ulos, kaos dan kerajinan tangan kreatif lainnya. Kami memilih milih aksesoris untuk dibawa pulang sebagai buah tangan berupa cenderamata khas Samosir.
Sesampainya dirumah kami mengemasi barang barang karena penerbangan kembali ke Jakarta dijadwalkan pukul 20.50 WIB malam nanti. Sebelumnya kami makan malam dulu bersama Mamak dan Bapak.
Bapak : “makan dulu kita ya nang, ajak teman mu kesini” ucap Bapak di meja makan
Greta : “iyaa pak”
Meja makan itu kembali terisi penuh, oleh Rania dan Widuri. Rupanya Mamak masak banyak lagi. Tidak lupa dengan ikan teri sambal dan daun singkong tumbuk kesukaan ku.
Mamak : “baik baik kalian di rantau nanti ya nak Greta, Widuri sama Rania.” Ucap mamak memberi nasehat
Widuri : “siapp tante”
Rania : “aman tan”
Greta : “iya mak”
Mamak : Jangan saling berantam yaa nak, kalo si Greta ini aneh aneh disana langsung lapor tante ya Rania, Widuri”
Rania : “ hahah, siap 45 tante” jawab Rania seolah meledek ku
Kami sampai di Bandara Kuala Namu, mamak membekali ku dengan banyak makanan untuk dimakan bertiga di Jakarta. Aku pamit memeluk Mamak dan Bapak bergantian lalu meneteskan air mata tanpa sadar, tangis ku semakin pecah melihat Mamak dan Bapak juga meneteskan air mata. Bergantian Rania dan Widuri yang pamit, mereka juga sama menangis di pelukan Mamak dan Bapak, bertemu Mamak dan Bapak dalam waktu singkat ternyata mereka memiliki perasaan yang sama dengan ku.
Widuri : “makasih ya tante dan om, sudah baik menjamu kami. Mengganggap kami juga anak tante dan om” ucap Widuri tersedu sedu
Rania : “om, tante makasih banget. nanti kita ketemu lagi ya di waktu yang baik” ucap Rania yang juga sama sedihnya
Mamak : “iya nak, baik baik yaa” ucap Mamak sambil mengusap air mata kami satu persatu Pukul 23.05 WIB pesawat AirAsia yang kami naiki mendarat di Bandar udara Soekarno-Hatta. Jam yang sudah malam ini ternyata bandara masih dipenuhi lalu lalang orang. Kami mengambil koper di bagasi lalu mencari makan di dalam bandara sambil menunggu jemputan berbeda yang kami pesan. Jemputan Widuri yang datang lebih dulu karena letak kosnya yang tak serah dengan aku dan Rania.
Widuri : “byee gret, ran tiati yaa makasih banget‟‟ ucapnya dalam mobil sambil melambaikan tangan
Greta, Rania: “byee wid, kamu hati hati juga yaa”
Beberapa menit kemudian jemputan Aku dan Rania tiba.
Rania : “ duh gret, masih capek bangett boleh ga nya nanti bolos kerja” ucap Rania di dalam sambil meletakkan kepala nya ke pundakku
Greta : “hehh, sembarangan. Kamu nanti tidur dulu nyampe kos”
Rania : “hehe iya iyaa” ucap Rania memelas
Kami semua sudah sampai kos, ku tahu karena Widuri dan Rania yang sudah mengabari di grup obrolan WhatsApp. Aku bersih bersih lalu istirahat untuk kembali bangun dan siap bekerja besok.
Sampai di kantor melalui perjalanan yang cukup menguras energi. Diawali dengan briefing pagi lalu semuanya akan kembali ke meja masing masing yang sama sama sibuk mengutak atik komputer di hadapannya. Jam makan siang tiba seperti biasa Aku, Rania, dan Widuri ke kantin lalu makan siang bersama.
Widuri : “gret, ran makasih ya tiga hari kemarin aku banyak tau hal baru” ucap Widuri setelah menghabiskan makannya
Rania : “ aku juga mau terima kasih yang banyak ke kalian berdua, udah ajak aku main ke rumah kalian suasananya hangat dan seru” ucap Rania berkaca kaca
Greta : “iya sama sama, kalian juga makasih yaa udah mau aku ajak” jawabku sambil menatap penuh arti Rania dan Widuri
Rania : “ini ya buat kalian hihi” menyodorkan kado kotak persegi panjang satu persatu yang dibungkus rapi menggunakan pita berwarna merah
Widuri : “wahh, cantik bangett”
Greta : “lucuu ada pita besar sama kecilnya, lah kamu kapan buatnya ini ran?”
Rania : “tadi malem sambil ngantuk ngantuk”
Widuri : “lah ran, besok, lusa kan masih bisa buat ini”
Rania : “gapapa, aku seneng kok kalian jangan buka disini ya bukanya waktu di kos okey” ucap Rania memrintah
Greta : “iya iya siap, makasih yak”
Widuri : “makasih rania sayang”
Sampai di kamar kost, aku bergegas mandi lalu makan. Sehabis makan aku teringat kado pemberian Rania yang masih dalam tasku, aku mengambil lalu melepaskan tali pita merah itu dan membukanya, yang ditangkap pupil mataku pertama kali adalah foto polaroid ukuran 2R yang diisi wajah kami bertiga di Malioboro dan di Sigale-gale lalu satu poto ku terlihat tersenyum menatap kearah Danau Toba yang kupercaya diambil Rania diam diam di Bukit Holbung menggunakan kameranya, lucu sekali.
Lalu ada cokelat, lilin aromaterapi, pengharum ruang aroma kopi, dan secarik kertas. Lantas aku membukanya.
Dear Greta dan Widuri;
Terkasih
Rasanya banyak sekali hal yang sudah kita lewati meski hanya terhitung tiga hari itu, tapi setelah kuhitung pelan pelan lagi ternyata sudah dua tahun kita membersamai suka dan duka. Mungkin aku yang paling beruntung bisa mengenal kalian. Karena sedikit demi sedikit kalian memberi tahu kembali aku arti rumah dan keluarga yang selama ini hilang dariku. Dingin, gelap dan sendiri di diriku yang kukira ini adalah akhir perlahan lahan menemukan seberkas sinar mengetahui ada orang dan juga tempat yang bisa memberikan cahaya dan kehangatannya.
Widuri memperkenalkanku pada sesosok ibu sederhana yang tangguh dengan gudeg buatannya lalu pada suapan pertama aku langsung jatuh hati pada masakan itu.
Kemudian Greta memberi banyak makna pada liburan kita kali ini. Pertama kali aku menginjakkan kaki di rumahnya rasanya air mataku ingin keluar bercucuran namun kutahan bagaimana tidak mataku langsung menangkap beberapa poto keluarga yang ditempel rapi di dinding ruang tamu itu, lalu poto masa kecil hingga saat wisuda disusun rapi seolah menunjukkan betapa bangga nya ayah dan ibunya membesarkan anak anaknya, hal sederhana tapi ternyata aku tak punya. Makanan tersaji hingga memenuhi meja makan itu, lama sekali aku makan tidak dijamu di ruang makan, hingga sedikit membuatku terenyuh. Makanan rumahan yang baru pertama kali kucoba itu ternyata enak hingga tak terasa aku menyendokkan kali kedua nasi itu kepiring ku sambil mendengar cerita dari ayah dan ibu Greta ampuh menaikkan nafsu makan ku, lucu sekali.
Udara di samosir sejuk tapi perasaan yang sampai dalam diriku begitu hangat ketika di rumah atau diajak main oleh Greta dan Widuri ke Bukit Holbung dan Desa wisata Tomok. Ternyata daerah Samosir menyimpan begitu banyak kekayaan alam maupun budaya nya. Aku begitu kagum dan terkesima. Harusnya kita diberi libur lebih lama lagi untuk bisa menjajal satu persatu daerah yang indah itu.
Lalu saat berpamitan pulang baik di rumah atau bandara, sungguh aku ingin memeluk lebih lama lagi ibu mu, Gret. Menenangkan rasanya ketika aku didekap pelukan itu. Aku menangis dan berjanji untuk bertemu kembali dengan ibu ayah mu waktu itu, karena memang hal yang menyakitkan selama liburan itu adalah ketika berpisah dengan keluarga mu dan keluarga Widuri.
Tapi untuk semua hal indah yang sudah kalian kenalkan padaku aku ingin berterima kasih yang paling banyak dan yang paling dalam. Terima kasih telah menemukakan ku yang hilang ini. Sudah kusediakan coklat karena kutahu kalian akan menangis membaca ini, semoga suka yaa.
Sahabatmu,
Rania
Air mata ku jatuh tanpa seizinku membaca setiap kata yang ditulis Rania. Anak itu memang bermuka dua, bisa bisanya waktu liburan dia kelihatan begitu happy dan tanpa beban namun di dalam ternyata begitu terluka. Sudah coba kuhapus ternyata air mataku kembali jatuh lagi dan lagi lalu aku berniat mencuci muka.
Poto poto dari Rania itu kutempel dekat dinding kamar tidurku hingga ketika aku bangun atupun terlelap momen momen indah itu yang pertama kali terputar di ingatanku. Lalu lilin aromaterapi itu kunyalakan membuat suasana kamar ku jauh lebih tenang hingga aku tak sadar terlelap.
END
editor: Gilang Sadewa Mahardika Putra
Komentar